Kisah ini tentang seorang ulama besar yang dengan taufiq Allah bisa mencapai derajat sangat tinggi dalam berbagai spesialisasi ilmu agama, berkat doa sang ibunda pada masa kecilnya. Beliau adalah Syaikhul Islam Al-Imam Abul Fath Sulaim bin Ayyub Ar-Razi Asy-Syafi’i rahimahullah, salah seorang ulama abad 5 Hijriyah. Seperti banyak ulama lain generasi salaf, beliau ini dikenal sebagai ulama multi keahlian. Disamping sebagai pakar fiqih, baik dalam bidang ilmu fiqih secara umum maupun dalam bidang ilmu fiqih madzhab Syafi’i secara khusus, beliau juga termasyhur sebagai ahli ilmu Al-Qur’an, qiraat dan tafsir, ahli hadits yang tsiqah (terpercaya) , ahli bahasa, dan lain-lain.
Beliau bercerita bahwa, saat berusia sekitar 10 tahun-an, ada seorang syaikh (ulama) yang datang ke kota Ar-Rayy (terletak di wilayah Persia, dekat Teheran Iran sekarang) dimana beliau tinggal saat itu. Ketika sang Syaikh sedang mengajar dan mendiktekan ilmu kepada para murid, tiba-tiba beliau menunjuk ke arahku seraya berucap: Majulah kamu dan bacalah. Dengan rasa kaget bercampur gugup dan takut, akupun berusaha keras untuk bisa membaca surat Al-Fatihah. Namun ternyata aku tidak mampu melakukannya sama sekali. Lidahku jadi serasa kelu dan mulutku seakan terkunci.
Melihat kondisiku yang demikian, Syaikh tersebut lalu bertanya: Apakah kamu masih punya ibu? Ya, jawabku cepat dan singkat . Beliau berkata lagi: Kalau begitu pulanglah dan MINTALAH KEPADA IBUMU AGAR BELIAU MENDOAKANMU SEMOGA ALLAH MENGARUNIAKAN KEAHLIAN MEMBACA AL-QUR’AN DAN ILMU-ILMU LAIN KEPADAMU! Dan akupun menjawab singkat: Baiklah! Setelah itu aku langsung pulang menemui ibuku dan memohon doa kepada beliau. Beliaupun serta merta memenuhi permintaanku dan langsung berdoa khusus untukku. Dan saat beranjak besar, aku pergi ke kota Baghdad (yang menjadi salah satu pusat ilmu saat itu), untuk belajar ilmu bahasa Arab, ilmu fiqih, dan lain-lain.
Kemudian, setelah kurasa relatif cukup dalam menuntut ilmu, akupun kembali lagi ke kotaku Al-Rayy. Dan ketika suatu hari aku sedang berada di Masjid Jami’ untuk mengkaji kitab Mukhtashar Al-Muzani, tiba-tiba Syaikh yang menasehatiku dulu itu datang lagi, dan berucap salam kepada kami, namun beliau tidak mengenaliku. Beliau mendengar kajian kami, tapi tidak cukup memahami apa-apa yang kami diskusikan. Beliau lalu bertanya: Kapan dan bagaimana ilmu seperti ini bisa dipelajari dan didapat? Saat itu juga ingin sekali rasanya aku mengingatkan beliau akan wejangannya kepadaku kala kecil dulu dan berkata: Jika Syaikh masih punya ibu, maka pulanglah dan mintalah kepada beliau agar mendoakan Syaikh. Namun aku sungkan, sehingga tentu saja itu tidak kukatakan.
Catatan: Tidak ada keraguan bahwa, doa orang tua khususnya ibu untuk anaknya, termasuk doa yang mustajab. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Ada tiga doa yang mustajab, tanpa keraguan didalamnya: Doa orang yang terdzalimi, doa seorang musafir, dan doa orang tua untuk anaknya” (HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Al-Albani). Namun perlu dipahami bahwa, itu tentu dengan syarat tidak adanya faktor-faktor penghalang lain. Seperti misalnya dosa-dosa sang anak yang belum terampunkan karena memang belum dilakukan tobat dengan taubatan nashuha darinya. Disamping bisa juga karena sikap durhaka anak atau kurang baktinya, atau sikap-sikap apapun lainnya, yang mungkin telah menyakiti hati ibu bapak sehingga sampai mengganggu atau mengurangi atau bahkan menghalangi keikhlasan dan sikap totalitas mereka saat berdoa untuk anaknya.
Nah, bagi yang masih memiliki ibu, mari mengistimewakan bakti kepada beliau disamping banyak-banyak meminta maaf kepadanya, lalu setelah itu silakan masing-masing memohon agar beliau mendoakannya secara khusus sesuai kebutuhan yang paling dihajatkannya. Dan setelah itu, tunggulah – dengan sabar, tawakkal dan husnudzan –keajaiban dan barokah pengkabulannya dari Dzat Yang Maha Menepati janji.
Sedangkan bagi yang ibundanya telah tiada , disamping senantiasa beristighfar untuk diri sendiri, maka hendaklah ia banyak melakukan amal-amal yang dibenarkan atau ditolerir atau bermanfaat untuk dilakukan bagi kebaikan dan pertambahan pahala beliau di alam barzakh atau di akherat kelak. Seperti misalnya doa untuk beliau, istighfar bagi beliau, sedekah dan semacamnya diantara amal-amal ibadah harta yang dikhususkan untuk beliau, haji dan atau umrah atas nama beliau, dan lain-lain. Dimana dengan berbagai bentuk “bakti” tersebut, diharapkan doa-doa sang bunda untuk buah hati semasa hidup yang boleh jadi dulu sempat tertahan oleh berbagai faktor penghalang dan penahan, kini bisa dikabulkan Allah untuk kebaikan dan kemaslahatan sang anak dalam hidupnya. Semoga!
Sumber : Ustadz Jefry Al-Bukhori
Beliau bercerita bahwa, saat berusia sekitar 10 tahun-an, ada seorang syaikh (ulama) yang datang ke kota Ar-Rayy (terletak di wilayah Persia, dekat Teheran Iran sekarang) dimana beliau tinggal saat itu. Ketika sang Syaikh sedang mengajar dan mendiktekan ilmu kepada para murid, tiba-tiba beliau menunjuk ke arahku seraya berucap: Majulah kamu dan bacalah. Dengan rasa kaget bercampur gugup dan takut, akupun berusaha keras untuk bisa membaca surat Al-Fatihah. Namun ternyata aku tidak mampu melakukannya sama sekali. Lidahku jadi serasa kelu dan mulutku seakan terkunci.
Melihat kondisiku yang demikian, Syaikh tersebut lalu bertanya: Apakah kamu masih punya ibu? Ya, jawabku cepat dan singkat . Beliau berkata lagi: Kalau begitu pulanglah dan MINTALAH KEPADA IBUMU AGAR BELIAU MENDOAKANMU SEMOGA ALLAH MENGARUNIAKAN KEAHLIAN MEMBACA AL-QUR’AN DAN ILMU-ILMU LAIN KEPADAMU! Dan akupun menjawab singkat: Baiklah! Setelah itu aku langsung pulang menemui ibuku dan memohon doa kepada beliau. Beliaupun serta merta memenuhi permintaanku dan langsung berdoa khusus untukku. Dan saat beranjak besar, aku pergi ke kota Baghdad (yang menjadi salah satu pusat ilmu saat itu), untuk belajar ilmu bahasa Arab, ilmu fiqih, dan lain-lain.
Kemudian, setelah kurasa relatif cukup dalam menuntut ilmu, akupun kembali lagi ke kotaku Al-Rayy. Dan ketika suatu hari aku sedang berada di Masjid Jami’ untuk mengkaji kitab Mukhtashar Al-Muzani, tiba-tiba Syaikh yang menasehatiku dulu itu datang lagi, dan berucap salam kepada kami, namun beliau tidak mengenaliku. Beliau mendengar kajian kami, tapi tidak cukup memahami apa-apa yang kami diskusikan. Beliau lalu bertanya: Kapan dan bagaimana ilmu seperti ini bisa dipelajari dan didapat? Saat itu juga ingin sekali rasanya aku mengingatkan beliau akan wejangannya kepadaku kala kecil dulu dan berkata: Jika Syaikh masih punya ibu, maka pulanglah dan mintalah kepada beliau agar mendoakan Syaikh. Namun aku sungkan, sehingga tentu saja itu tidak kukatakan.
Catatan: Tidak ada keraguan bahwa, doa orang tua khususnya ibu untuk anaknya, termasuk doa yang mustajab. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Ada tiga doa yang mustajab, tanpa keraguan didalamnya: Doa orang yang terdzalimi, doa seorang musafir, dan doa orang tua untuk anaknya” (HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Al-Albani). Namun perlu dipahami bahwa, itu tentu dengan syarat tidak adanya faktor-faktor penghalang lain. Seperti misalnya dosa-dosa sang anak yang belum terampunkan karena memang belum dilakukan tobat dengan taubatan nashuha darinya. Disamping bisa juga karena sikap durhaka anak atau kurang baktinya, atau sikap-sikap apapun lainnya, yang mungkin telah menyakiti hati ibu bapak sehingga sampai mengganggu atau mengurangi atau bahkan menghalangi keikhlasan dan sikap totalitas mereka saat berdoa untuk anaknya.
Nah, bagi yang masih memiliki ibu, mari mengistimewakan bakti kepada beliau disamping banyak-banyak meminta maaf kepadanya, lalu setelah itu silakan masing-masing memohon agar beliau mendoakannya secara khusus sesuai kebutuhan yang paling dihajatkannya. Dan setelah itu, tunggulah – dengan sabar, tawakkal dan husnudzan –keajaiban dan barokah pengkabulannya dari Dzat Yang Maha Menepati janji.
Sedangkan bagi yang ibundanya telah tiada , disamping senantiasa beristighfar untuk diri sendiri, maka hendaklah ia banyak melakukan amal-amal yang dibenarkan atau ditolerir atau bermanfaat untuk dilakukan bagi kebaikan dan pertambahan pahala beliau di alam barzakh atau di akherat kelak. Seperti misalnya doa untuk beliau, istighfar bagi beliau, sedekah dan semacamnya diantara amal-amal ibadah harta yang dikhususkan untuk beliau, haji dan atau umrah atas nama beliau, dan lain-lain. Dimana dengan berbagai bentuk “bakti” tersebut, diharapkan doa-doa sang bunda untuk buah hati semasa hidup yang boleh jadi dulu sempat tertahan oleh berbagai faktor penghalang dan penahan, kini bisa dikabulkan Allah untuk kebaikan dan kemaslahatan sang anak dalam hidupnya. Semoga!
Sumber : Ustadz Jefry Al-Bukhori