TAUHID (HAKEKAT DAN KEDUDUKANNYA)
Firman Allah Subhanahu wata’ala :
]وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْأِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون[ِ (الذريات:56)
“Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah([1]) kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat, 56).
]وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوت[(النحل: من الآية:36)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk
menyerukan) “Beribadalah kepada Allah (saja) dan jauhilah
thoghut”([2]).” (QS. An Nahl, 36).
]وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ
تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ
لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ
ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا[
“Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kecuali hanya kepada-Nya, dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan, dan ucapkanlah : “Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil” (QS. Al Isra’, 23-24).
]قُلْ
تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُوا
بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلاَ تَقْتُلُوا
أَوْلاَدَكُمْ مِنْ إِمْلاَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلاَ
تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلاَ تَقْتُلُوا
النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ
بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ وَلاَ تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلاَّ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ
وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لاَ نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا وَإِذَا
قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللَّهِ
أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَأَنَّ هَذَا
صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ[
“Katakanlah (Muhammad) marilah kubacakan apa yang
diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu “Janganlah kamu mempersekutukan
sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tuamu, dan
janganlah kamu membunuh anak anak kamu karena takut kemiskinan. Kami
akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu
mendekati perbuatan perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu
memahami(nya). Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali
dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila
kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun dia adalah
kerabat(mu). Dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu ingat. Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai
beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’am, 151-153).
Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu berkata : “Barang siapa yang ingin
melihat wasiat Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam yang tertera di
atasnya cincin stempel milik beliau, maka supaya membaca firman Allah
Subhanahu wata’ala : “Katakanlah (Muhammad) marilah kubacakan apa yang
diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu “Janganlah kamu berbuat syirik
sedikitpun kepada-Nya, dan “Sungguh inilah jalan-Ku berada dalam keadaan
lurus, maka ikutilah jalan tersebut, dan janganlah kalian ikuti
jalan-jalan yang lain.([3])”
Mu’adz bin Jabal Radhiallahu’anhu berkata :
كنت رديف النبي على حمار، فقال لي :" يا معاذ، أتدري ما حق الله على
العباد، وما حق العباد على الله ؟ قلت : الله ورسوله أعلم، قال : حق الله
على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا، وحق العباد على الله أن لا يعذب
من لا يشرك به شيئا، قلت : يا رسول الله، أفلا أبشر الناس ؟ قال : " لا
تبشرهم فيتكلوا ".
“Aku pernah diboncengkan Nabi
Shallallahu’alaihi wasallam di atas keledai, kemudian beliau berkata
kepadaku : “ wahai muadz, tahukah kamu apakah hak Allah yang harus
dipenuhi oleh hamba-hambaNya, dan apa hak hamba-hambaNya yang pasti
dipenuhi oleh Allah?, Aku menjawab : “Allah dan RasulNya yang lebih
mengetahui”, kemudian beliau bersabda : “Hak Allah yang harus dipenuhi
oleh hamba-hambaNya ialah hendaknya mereka beribadah kepadaNya dan tidak
menyekutukanNya dengan sesuatupun, sedangkan hak hamba yang pasti
dipenuhi oleh Allah ialah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang orang
yang tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun, lalu aku bertanya : ya
Rasulullah, bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada
orang-orang?, beliau menjawab : “Jangan engkau lakukan itu, karena
Khawatir mereka nanti bersikap pasrah” (HR. Bukhari, Muslim).
Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini :
Hikmah diciptakannya jin dan manusia oleh Allah Ta'ala.
Ibadah adalah hakekat (tauhid), sebab pertentangan yang terjadi antara
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dengan kaumnya adalah dalam
masalah tauhid ini.
Barang siapa yang belum merealisasikan
tauhid ini dalam hidupnya, maka ia belum beribadah (menghamba) kepada
Allah Tabaroka wata’ala inilah sebenarnya makna firman Allah :
]ولا أنتم عابدون ما أعب[
“Dan sekali-kali kamu sekalian bukanlah penyembah (Tuhan) yang aku sembah” (QS. Al Kafirun, 3)
Hikmah diutusnya para Rasul [adalah untuk menyeru kepada tauhid, dan melarang kemusyrikan].
Misi diutusnya para Rasul itu untuk seluruh umat.
Ajaran para Nabi adalah satu, yaitu tauhid [mengesakan Allah Subhanahu wata’ala saja].
Masalah yang sangat penting adalah : bahwa ibadah kepada Allah
Subhanahu wata’ala tidak akan terealisasi dengan benar kecuali dengan
adanya pengingkaran terhadap thoghut.
Dan inilah maksud dari firman Allah Subhanahu wata’ala :
]فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى[
“Barang siapa yang mengingkari thoghut dan beriman kepada Allah, maka
ia benar benar telah berpegang teguh kepada tali yang paling kuat” (QS.
Al Baqarah, 256).
Pengertian thoghut bersifat umum, mencakup semua yang diagungkan selain Allah.
Ketiga ayat muhkamat yang terdapat dalam surat Al An’am menurut para
ulama salaf penting kedudukannya, didalamnya ada 10 pelajaran penting,
yang pertama adalah larangan berbuat kemusyrikan.
Ayat-ayat muhkamat yang terdapat dalam surat Al Isra' mengandung 18 masalah, dimulai dengan firman Allah :
]لا تجعل مع الله إلها آخر فتقعد مذموما مخذولا[
“Janganlah kamu menjadikan bersama Allah sesembahan yang lain, agar
kamu tidak menjadi terhina lagi tercela” (QS. Al Isra’, 22).
Dan diakhiri dengan firmanNya :
]ولا تجعل مع الله إلها آخر فتلقى في جهنم ملوما مدحورا[
“Dan janganlah kamu menjadikan bersama Allah sesembahan yang lain,
sehingga kamu (nantinya) dicampakkan kedalam neraka jahannam dalam
keadaan tercela, dijauhkan (dari rahmat Allah)” (QS. Al Isra’, 39).
Dan Allah mengingatkan kita pula tentang pentingnya masalah ini, dengan firmanNya:
]ذلك مما أوحى إليك ربك من الحكمة[
“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu” (QS. Al Isra’, 39).
Satu ayat yang terdapat dalam surat An Nisa’, disebutkan didalamnya 10 hak, yang pertama Allah memulainya dengan firmanNya:
] واعبدوا الله ولا تشركوا به شيئا [
“Beribadahlah kamu sekalian kepada Allah (saja), dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun.” (QS. An Nisa’, 36).
Perlu diingat wasiat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam di saat akhir hayat beliau.
Mengetahui hak-hak Allah yang wajib kita laksanakan.
Mengetahui hak-hak hamba yang pasti akan dipenuhi oleh Allah apabila mereka melaksanakannya.
Masalah ini tidak diketahui oleh sebagian besar para sahabat([4]).
Boleh merahasiakan ilmu pengetahuan untuk maslahah.
Dianjurkan untuk menyampaikan berita yang menggembirakan kepada sesama muslim.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam merasa khawatir terhadap sikap menyandarkan diri kepada keluasan rahmat Allah.
Jawaban orang yang ditanya, sedangkan dia tidak mengetahui adalah : “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.
Diperbolehkan memberikan ilmu kepada orang tertentu saja, tanpa yang lain.
Kerendahan hati Rasulullah, sehingga beliau hanya naik keledai, serta mau memboncengkan salah seorang dari sahabatnya.
Boleh memboncengkan seseorang diatas binatang, jika memang binatang itu kuat.
Keutamaan Muadz bin Jabal..
--------------------------------------------------------------------------------
([1]) Ibadah ialah penghambaan diri kepada Allah ta’ala dengan
mentaati segala perintah Nya dan menjauhi segala larangan-Nya,
sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW. Dan inilah
hakekat agama Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada
Allah semata, yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya, dengan
penuh rasa rendah diri dan cinta.
Ibadah berarti juga
segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yang dicintai
dan diridhoi oleh Allah. Dan suatu amal akan diterima oleh Allah sebagai
ibadah apabila diniati dengan ikhlas karena Allah semata dan mengikuti
tuntunan Rasulullah SAW.
([2]) Thoghut ialah : setiap yang
diagungkan selain Allah dengan disembah, ditaati, atau dipatuhi, baik
yang diagungkan itu berupa batu, manusia ataupun setan. Menjauhi thoghut
berarti mengingkarinya, tidak menyembah dan memujanya, dalam bentuk dan
cara apapun.
([3]) Atsar ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Abi Hatim.
([4]) Tidak diketahui oleh sebagian besar para sahabat, karena
Rasulullah menyuruh Muadz agar tidak memberitahukannya kepada meraka,
dengan alasan beliau khawatir kalau mereka nanti akan bersikap
menyandarkan diri kepada keluasan rahmat Allah. Sehingga tidak mau
berlomba lomba dalam mengerjakan amal sholeh. Maka Mu’adz pun tidak
memberitahukan masalah tersebut, kecuali di akhir hayatnya dengan rasa
berdosa. Oleh sebab itu, di masa hidup Mu’adz masalah ini tidak
diketahui oleh kebanyakan sahabat.
{Kitab Tauhid syaikh Muhammad bin Abdul Wahab at Tamimi}
..•*´`*•.♥♥.•*´`'•.¸*¤* ¸.•'´´*•.♥♥.•*´`*•...