BOGOR — Praktisi pendidikan dari Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI), Dr Arim Nasim menilai, sistem pendidikan Islam dapat
memecahkan berbagai masalah akibat sistem pendidikan nasional yang
dianut Indonesia. Kegagalan sistem pendidikan nasional tampak dari
input, proses, dan output-nya.
”Sistem pendidikan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur,
terprogram dan sistematis untuk membentuk manusia yang berkarakter
berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, dan menguasai ilmu serta
teknologi,” kata Dr Arim saat berbicara dalam seminar dan workshop
nasional pendidikan bertema ’Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan
Nasional: Sistem Pendidikan Islam sebagai Pendidikan Alternatif
Mewujudkan Indonesia yang Lebih Baik’ di Graha Widya Wisuda Kampus
Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga, Ahad (24/5). Acara yang dihadiri
sekitar seribu peserta ini diselenggarakan Unit Kegiatan Mahasiswa (KM)
dan Lembaga Dakwah Kampus Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB.
Menurutnya sistem pendidikan Islam ini bukan berarti hanya
diperuntukkan umat Islam atau berorientasi akhirat semata. Non-muslim
sebagai warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang sama. Manusia,
khususnya umat Islam, sangat dianjurkan menguasai ilmu dan teknologi
dalam mempermudah setiap urusan keduniawian. ”Ini juga telah dibuktikan
pada era keemasan Kekhilafahan Umayyah, Abbasiyah, dan Ustmaniyah. Pada
masa itu ilmu dan teknologi di dunia Islam sangat maju, sedangkan Eropa
dalam masa kegelapan,” paparnya.
Di samping itu, katanya, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 pembiayaan pendidikan dipikul tiga
pihak, yakni individu (peserta didik), masyarakat, dan negara.
Pembiayaan pendidikan dalam Islam terkait dengan politik ekonomi.
Politik ekonomi Islam mewajibkan negara untuk memenuhi kebutuhan pokok
individu (sandang, pangan dan papan ) dan kebutuhan pokok masyarakat
(kesehatan, keamanan dan pendidikan ) secara menyeluruh.
Menurut Arim, pendidikan dalam sistem Islam wajib diselenggarakan
oleh negara dengan biaya semurah-murahnya, bahkan gratis. Sumber-sumber
pembiayaan pendidikan dalam Islam diambil dari pengelolaan negara atas
kepemilikan umum berupa sumberdaya alam tambang, minyak, gas, kelautan,
kehutanan, dan sebagainya. Islam melarang pengelolaan sumberdaya alam
pada asing. Sumber-sumber pembiayaan pendidikan lain dapat diambil dari
harta milik negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ghanîmah, kharaj,
fai, jizyah, dan tebusan tawanan perang, zakat, infak, wakaf, sedekah,
dan hadiah. Pajak merupakan pendapatan alternatif terakhir atau bersifat
insidentil (temporal) dan hanya dipungut pada orang kaya.
Dia mengatakan, iklan di media masa yang mengatakan sekolah gratis
sejatinya adalah suatu bentuk kebohongan terselubung. Sebab, uang untuk
biaya sekolah yang diambil dari APBN berasal dari 80 persen pajak
masyarakat. Jadi tidak gratis, tapi uang rakyat.
Hal
senada diungkapkan Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Prof Dr
Bedjo Sujanto, M.Pd. Dia mengatakan, sulit sekali menemukan sekolah yang
benar-benar gratis, khususnya di daerah-daerah. Bedjo juga mengkritisi
visi misi dan tujuan pendidikan yang kadang kurang sinkron dengan
kenyataan lapang. Namun ia menghimbau para guru agar tegar dan
profesional mengajar. ”Kisah Laskar Pelangi dapat kita jadikan contoh.
Berbagai hambatan dan keterbatasan, tak membuat Bu Muslimah dan murid
mencapai cita-cita tinggi,” katanya.
Rektor IPB, Dr Ir Herry Suhardiyanto,MSc menyampaikan materi tentang
pendidikan tinggi dalam perspektif persaingan global. Dia mengatakan,
terdapat isu-isu strategis pendidikan tinggi meliputi daya saing,
penelitian, pasca sarjana, diferensiasi misi, akses pengetahuan,
otonomi, kesehatan organisasi, dan pendanaan. Semua isu strategis ini
merupakan tantangan yang harus dihadapi. IPB sebagai salah satu
perguruan tinggi terbaik Indonesia menjadikan tantangan tersebut sebagai
peluang. “Patut disyukuri, IPB secara bertahap memperbaiki ranking di
tingkat internasional,” ucapnya. (Republika online, 25/05/2009-pukul
17:41)
Sumber :
Baca juga :