بسم الله الرحمن الرحيم
Dzikir merambah aspek yang luas dalam diri insan. Karena dengan
dzikir, seseorang pada hakekatnya sedang berhubungan dengan Allah.
Dzikir juga merupakan makanan pokok bagi hati setiap mu’min, yang jika
dilupakan maka hati insan akan berubah menjadi kuburan. Dzikir juga
diibaratkan seperti bangunan-bangunan suatu negri; yang tanpa dzikir,
seolah sebuah negri hancur porak poranda bangunannya. Dzikir juga
merupakan senjata bagi musafir untuk menumpas para perompak jalanan.
Dzikirpun merupakan alat yang handal untuk memadamkan kobaran api yang
membakar dan membumi hanguskan rumah insan. Demikianlah diungkapkan
dalam "Tahdzib Madarijis Salikin".
Rasulullah SAW juga pernah menggambarkan perumpamaan orang yang
berdzikir kepada Allah seperti orang yang hidup, sementara orang yang
tidak berdzikir kepada Allah sebagai orang yang mati:
عَنْ أَبِي مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ،
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الذِّي
يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالذِّي لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ
وَالْمَيِّتِ
Bahkan dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga mengumpamakannya
dengan rumah. Rumah orang yang berdzikir kepada Allah adalah rumah
manusia hidup, dan rumah orang yang tidak berdzikir adalah seperti rumah
orang mati, atau kuburan.
Seorang mu’min yang senantiasa mengajak orang lain untuk kembali
kepada Allah, akan sangat memerlukan porsi dzikrullah yang melebihi
daripada porsi seorang muslim biasa. Karena pada hakekatnya, ia ingin
kembali menghidupkan hati mereka yang telah mati. Namun bagaimana
mungkin ia dapat mengemban amanah tersebut, manakala hatinya sendiri
redup remang-remang, atau bahkan juga turut mati dan porak poranda.
URGENSI DZIKIR DALAM KEBERSIHAN HATI SEORANG DA’I
Dari sini dapat diambil satu kesimpulan bahwa tidak mungkin
memisahkan dzikir dengan hati. Karena pemisahan seperti ini pada
hakekatnya sama seperti pemisahan ruh dan jasad dalam diri insan.
Seorang manusia sudah bukan manusia lagi manakala ruhnya sudah hengkang
dari jasadnya. Dengan dzikir ini pulalah, Allah gambarkan dalam
Al-Qur’an, bahwa hati dapat menjadi tenang dan tentram (13:28)
الذِّيْنَ آمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram
dengan dzikir kepada Allah. Ingatlah bahwa hanya dengan dzikrullah hati
menjadi tenang."
Ketenangan bukanlah sebuah kata yang tiada makna dan hampa. Namun
ketenangan memiliki dimensi yang sangat luas, yaitu mencakup kebahagian
di dunia dan di akhirat. Allah SWT ketika memanggil seorang hamba untuk
kembali ke haribaan-Nya guna mendapatkan keridhaan-Nya, menggunakan
istilah ini:
"Wahai jiwa-jiwa yang tenang. Kembalilah kamu pada Rabmu dalam
kondisi ridha dan diridhai. Maka masuklah kamu dalam golongan
hamba-hamba-Ku. Dan masuklah kamu dalam surga-Ku." (Al-Fajr, 27-30)
Ketenagan hati juga berkaitan erat dengan kebersihan hati. Hati yang
tidak bersih, tidak dapat menjadikan diri insan menjadi tenang. Bahkan
penulis melihat bahwa kebersihan hatilah yang menjadi pondasi tegaknya
bangunan ketenangan hati. Dan disinilah dzikir dapat mengantisipasi hati
menjadi bersih, sebagaimana dzikir juga dapat menjadikan hati menjadi
tenang. Dan ini pulalah letak urgensitas dzikir dalam hati seorang da’i.
Adalah suatu hal yang teramat tabu bagi seorang da’i, meninggalkan
dzikir dalam setiap detik yang dilaluinya. Karena dzikir memiliki banyak
keistimewaan yang teramat penting guna menjadi bekalan da’wah yang akan
mereka lalui. Salah seorang salafuna saleh ada yang mengatakan, "Lisan
yang tidak berdzikir adalah seperti mata yang buta, seperti telinga yang
tuli dan seperti tangan yang lumpuh. Hati merupakan pintu besar Allah
yang senantiasa terbuka antara hamba dan Rabnya, selama hamba tersebut
tidak menguncinya sendiri." Adalah Syekh Hasan al-Basri, mengungkapkan
dalam sebuah kata mutiara yang sangat indah:
تَفَقَّدُوْا الْحَلاَوَةَ فيِ ثَلاَثَةِ أَشْيَاءٍ :
فِي الصَّلاَةِ، وَفِي الذِّكْرِ وَفِي قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، فَإِنْ
وَجَدْتُمْ… وَإِلاَّ فَاعْلَمُوْا أَنَّ اْلبَابَ مُغْلَقٌ
"Raihlah keindahan dalam tiga hal; dalam shalat, dalam dzikir dan
dalam tilawatul Qur’an, dan kalian akan mendapatkannya… Jika tidak maka
ketahuilah, bahwa pintu telah tertutup."
Inilah pentingnya dzikir bagi kebersihan hati seorang da’i. Dengan
dzikir, seorang hamba akan mampu menundukkan syaitan, sebagaimana
syaitan menundukkan manusia yang lupa dan lalai. Dengan dzikir pulalah,
amal shaleh menjadi hidup. Dan tanpa dzikir, amal shaleh seperti jasad
yang tidak memiliki ruh. Akankan aktifitas da’wah yang dilakukan da’i
menjadi seperti jasad tanpa ruh?
DZIKIR ANTARA HATI DAN LISAN
Dzikir merupakan ibadah hati dan lisan, yang tidak mengenal batasan
waktu. Bahkan Allah menyifati ulil albab, adalah mereka-mereka yang
senantiasa menyebut Rabnya, baik dalam keadaan berdiri, duduk bahkan
juga berbaring. Oleh karenanya dzikir bukan hanya ibadah yang bersifat
lisaniah, namun juga qolbiah. Imam Nawawi menyatakan bahwa yang afdhal
adalah dilakukan bersamaan di lisan dan di hati. Sekiranyapun harus
salah satunya, maka dzikir hatilah yang lebih afdhal. Meskipun demikian,
menghadirkan maknanya dalam hati, memahami maksudnya merupakan suatu
hal yang harus diupayakan dalam dzikir. Imam Nawawi menyatakan:
المُرَادُ مِنَ الذِّكْرِ حُضُوْرُ الْقَلْبِ ،
فَيَنْبَغِيْ أَنْ يَكُوْنَ هُوَ مَقْصُوْدُ الذَّاِكرِ فَيَحْرُصُ عَلَى
تَحْصِيْلِهِ ، وَيَتَدَبَّرَ مَا يَذْكُرُهُ ، وَيَتَعَقَّلَ مَعْنَاهُ..
"Yang dimaksud dengan dzikir adalah menghadirkan hati. Seyogyanya hal
ini menjadi tujuan dzikir, hingga seseorang berusaha merealisasikannya
dengan mentadaburi apa yang didzikirkan dan memahmi makna yang
dikandungnya.."
Dari sinilah muncul perbedaan pendapat mengenai dzikir dengan suara
keras, atau dengan suara pelan. Masing-masing dari kedua pendapat ini
memiliki dalil yang kuat. Dan cukuplah untuk menegahi hal ini, firman
Allah dalam sebuah ayat:
قُلِ ادْعُوْا اللهَ أَوِ ادْعُوْا الرَّحْمَنَ
أَيًّا مَا تَدْعُوْا فَلَهُ اْلأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلاَ تَجْهَرْ
بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيْلاً
"Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang
mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang
terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan
janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu" (Al-Isra’, 17:110)
Meskipun teks ayat di atas dimaksudkan pada bacaan shalat, namun ada
juga riwayat lain yang menunjukkan bahwa dzikir dan doa juga termasuk
yang dimaksudkannya juga.
قال ابن جرير: حدثنا يعقوب حدثنا ابن علية عن سلمة
بن علقمة عن محمد بن سيرين قال: نبئت أن أبا بكر كان إذا صلى فقرأ خفض صوته
وأن عمر كان يرفع صوته فقيل لأبي بكر لم تصنع هذا؟ قال أناجي ربي عز وجل
وقد علم حاجتي فقيل أحسنت. وقيل لعمر لم تصنع هذا؟ قال أطرد الشيطان وأوقظ
الوسنان قيل أحسنت فلما نزلت "ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها وابتغ بين ذلك
سبيلا" قيل لأبي بكر ارفع شيئا وقيل لعمر اخفض شيئا
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Sirin, "bahwa Abu Bakar senantiasa
mengecilkan suaranya dalam shalat, sedangkan Umar mengeraskan suaranya.
Hingga suatu ketika Abu Bakar ditanya mengenai pelannya suara, beliau
menjawab, "Aku bermunajat kepada Rabku, dan Allah telah mengetahui
keperluanku." Sementara Umar menjawab, "Aku mengeraskannya untuk
mengusir syaitan dan menghancurkan berhala." Maka tatkala turun ayat
ini, dikatakan kepada Abu Bakar agar mengeraskan sedikit suaranya dan
kepada Umar agar dikecilkan sedikit suaranya."
وَقَالَ أَشْعَثُ بْنُ سِوَارٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ: نَزَلَتْ فِي الدُّعَاءِ وَهَكَذَا رَوَى الثَّوْرِيُّ
وَمَالِكٌ عَنْ هِشَامٍ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أََبِيْهِ عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا نَزَلَتْ فِي الدُّعَاءِ
“Asy’ast berkata dari Ikrimah dari ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun
pada permasalahan doa. Demikian juga Imam Sufyan al-Tsauri dan Malik
meriwyatkan dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah ra, bahwa
ayat ini turun pada permasalahan doa.”
Dan doa merupakan bagian dari dzikir. Kemudian terlepas dari "jahr"
dan "sir", yang paling penting adalah bagaimana hati dan lisan tidak
pernah kering dari dzikrullah.
KEUTAMAAN HALAQOTU DZIKR
Selain dapat dilakukan secara "sirr" maupun "jahr", dzikir pun dapat
dilakukan secara fardi dan jama’i. Rasulullah SAW juga menjelaskan
mengenai keutamaan dzikir secara jama’i, yang dilakukan dalam
halaqoh-halaqoh dzikir. Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin juga
mencantumkan bab khusus tentang keutamaan halaqoh dzikir (Bab ke 247),
sebagaimana Imam Muslim juga mencantumkan dalam Shahehnya bab fadhl
Majalis Dzikr. Bahkan jika diperhatikan dan ditadaburi, dalam Al-Qur’an
pun Allah secara tersirat memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk senantiasa
komitmen dengan halaqoh dzikir:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الذِّيْنَ يَدْعُوْنَ
رَبَّهُمْ بْالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُ وَلاَ تَعْدُ
عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلاَ تُطِعْ
مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ
أَمْرُهُ فُرُطًا
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru
Rabnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengkuti orang yang
hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa
nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas." (Al-Kahfi, 18:28)
Adapun dalam hadits, terdapat beberapa riwayat yang mengungkapkan keutamaan majalis dzikr, diantaranya adalah:
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ، قَالَ ،قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "لاَ
يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ
وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ"
"Dari Abu Sa’id al-Khudzri ra, Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah
sekelompok orang duduk dan berdzikir kepada Allah, melainkan mereka akan
dikelilingi para malaikat, mendapatkan limpahan rahmat, diberikan
ketenangan hati, dan Allah pun akan memuji mereka pada orang yang ada di
dekat-Nya." (HR. Muslim)
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW mengatakan:
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ
اللهُ تَعَالىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ :سَيَعْلَمُ أَهْلُ الْجَمْعِ مِنْ
أَهْلِ الْكِرَمِ، فَقِيْلَ مَنْ أَهْلُ الْكِرَمِ يَا رَسُوْلُ اللهِ؟،
قَالَ مَجَالِسُ الذِّكْرِ فِيْ الْمَسَاجِدِ. (رواه أحمد)
"Dari Abu Sa’id al-Khudzri ra, Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT
berfirman pada hari kiamat, ‘orang-orang yang berkumpul akan mengetahui
siapakah mereka yang termasuk ahlul karam (orang yang mulia)’, seorang
sahabat bertanya, siapakah ahlul kiram ya Rasulullah SAW?, beliau
menjawab, "majlis-majlis dzikir di masid-masjid." (HR. Ahmad)
Dalam hadits lain disebutkan:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إِذَا مَرَرْتُمْ
بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوْا، قَالُوْا وَمَا رِياَضُ الْجَنَّةِ يَا
رَسُوْلَ اللهِ؟،قَالَ حَلَقُ الذِّكْرِ، فَإِنَّ لِلَّهِ تَعَالىَ
سَيَّارَاتٌ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ يَطْلُبُوْنَ حَلَقَ الذِّكْرِ ، فَإِذَا
أَتَوْا عَلَيْهِمْ حَفُّوْا بِهِمْ. (رواه أحمد والترمذي والبيهقي)
Dari ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kalian melalui
taman-taman surga, maka kelilingilah ia." Sahabat bertanya, "apakah
taman-taman surga wahai Rasulullah SAW?", beliau menjawab, "yaitu
halaqoh-halaqoh dzikir, karena sesungguhnya Allah memiliki
pasukan-pasukan dari malaikat, yangmencari halaqoh-halaqoh dzikir, yang
apabila mereka menjumpainya, mareka akan mengelilinginya." (HR. Ahmad,
Tirmidzi dan Baihaqi)
MENTADABURI AYAT-AYAT DZIKIR
Setidaknya terdapat sepuluh gambaran, yang Allah sebutkan dalam
Al-Qur’an, dengan kaitannya pada penyebutan dzikir. Kesepuluh hal
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sebagai perintah, sebagaimana yang Allah gambarkan dalam surat AL-Ahzab 41-44:
ياأيها الذين ءامنوا اذكروا الله ذكرا كثيرا. وسبحوه
بكرة وأصيلا. هو الذي يصلي عليكم وملائكته ليخرجكم من الظلمات إلى النور
وكان بالمؤمنين رحيما. تحيتهم يوم يلقونه سلام وأعد لهم أجرا كريما
"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di
waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan
malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu
dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha
Penyayang kepada orang-orang yang beriman. Salam penghormatan kepada
mereka (orang-orang mu’min itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah:
"salam"; dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka." (Al-Ahzab,
33:41-44)
2. Larangan melupakan dzikir; sebagaimana yang Allah gambarkan dalam surat Al’A'raf 204:
(ولا تكن من الغافلين)
"Dan janganlah kamu termasuk golongan mereka-mereka yang melupkan
Allah (tidak berdzikir)" (Al-A’raf, 7:204) Kemudian juga dalam surat
Al-Hasyr, 59:19 :
(ولا تكون كالذين نسوا الله فأنساهم أنفسهم، أولئك هم الفاسقون)
"Dan janganlah kamu menjadi termasuk orang-orang yang melupakan Allah, maka Allah pun akan melupakan mereka."
3. Mendapatkan pujian dan surga bagi para pendzikir..Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat Al-Ahzab, 33:35:
إن المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات
والقانتين والقانتات والصادقين والصادقات والصابرين والصابرات والخاشعين
والخاشعات والمتصدقين والمتصدقات والصائمين والصائمات والحافظين فروجهم
والحافظات والذاكرين الله كثيرا والذاكرات أعد الله لهم مغفرة وأجرا عظيما
"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
keta`atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu`, laki-laki
dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,
laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar."
4. Memiliki kaitan erat dengan kemenangan.Sebagaimanayang Allah firmankan dalam surat al-Anfal, 8:45 :
(واذكروا الله كثيرا لعلكم تفلحون)
"..Dan berdzikirlah kalaian yang banyak kepada Allah, semoga kalian beruntung."
5. Kerugian orang yang lalai berdzikir. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat Al-Munafiqun, 63:9 :
(يا أيها الذين آمنوا لا تلهكم أموالكم ولا أولادكم عن ذكر الله ومن يفعل ذلك فأولئك هم الخاسرون)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan
anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang
membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi."
6. Allah menyebut mereka-mereka yang menyebut-Nya. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat al-Baqarah, 2: 152 :
(فاذكروني أذكركم واشكروا لي ولا تكفرون)
"Maka sebutlah Aku, niscaya Aku akan menyebut kalian, dan bersyukurlah kalian kepada-Ku dan janganlah kufur."
7. Dzikir sebagai suatu hal yang teramat besar. Sebagaimana yang Allah firmankan dalamn surat Al-Ankabut, 29:45:
(ولذكر الله أكبر)
"Dan sesungguhnya mengingat Allah itu lebih besar (dari pada ibadah-ibadah lain)
8. Sebagai khatimah setiap amal shaleh. Sebagaimana yang Allah gambarkan sebagai penutup ibadah shalat, (Al-Jum’ah, 62:10):
فإذا قضيت الصلاة فانتشروا في الأرض وابتغوا من فضل الله واذكروا الله كثيرا لعلكم تفلحون
"Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung."
9. Hanya orang-orang yang berdzikirlah, yang dapat mengambil faedah
ayat-ayat Allah. Sebagaimana yang Allah gambarkan dalam surat Ali Imran,
3: 190-191:
إن في خلق السموات والأرض واختلاف الليل والنهار
لآيات لأولي الألباب. الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون
في خلق السموات والأرض ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka."
10. Allah menggandengkan dzikir dengan amalan-amalan shaleh lainnya,
seperti dengan jihad. Sebagaimana yang Allah gambarkan dalam surat
Al-Anfal, 8: 45:
(يا أيها الذين آمنوا إذا لقيتم فئة فاثبتوا واذكروا الله كثيرا لعلكم تفلحون)
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan
(musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung."
JALAN MENUJU DZIKIR YANG SHAHIH
Tinggallah sekarang memahami bagaimana dzikir yang benar. Dzikir yang
benar adalah dzikir yang ikhlas hanya mengharapkan ridha Allah semata.
Bahkan keikhlasan ini juga sampai pada derajat, tidak boleh
meninggalkannya karena takut riya’. Karena meninggalkan pekerjaan karena
takut riya’ adalah riya’, sebagaimana dikemukakan Fudhail bin Iyadh:
قَالَ الْفُضَيْلُ بْنُ عِيَاضٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ، "تَرْكُ الْعَمَلَ لِأَجْلِ النَّاسِ رِيَاءٌ، وَالْعَمَلُ لأَجْلِ
النَّاسِ شِرْكُ، وَاْلإِخْلاَصُ أَنْ يُعَافِيْكَ اللهُ مِنْهُمَا
Fudahil bin Iyadh mengatakan, "Meninggalkan amalan karena manusia
adalah riya’, dan beramal karena manusia adalah syirik. Adapun ikhlas
adalah Allah melepaskanmu dari kedua hal di atas.
Selain keikhlasan, tentu saja dibutuhkan kesesuaian dengan tuntunan
yang diajarkan Rasulullah SAW. Doa dan dzikir yang ma’tsur lebih utama
dari doa yang tidak ma’tsur. Meskipun demikian, segala bentuk dzikir
yang memuji Allah, memohon ampunannya atau bentuk-bentuk lainnya adalah
dapat dilakukan, kendatipun tidak menggunakan lafal bahasa Arab
sekalipun. Hal yang terpenting adalah agar senantiasa berdzikir dalam
segala waktu dan kondisi. Di rumah, di masjid, di kendaraan, di jalanan,
di tempat kerja, terlebih-lebih di medan da’wah..
Dua hal di atas merupakan hal yang paling pokok dalam melakukan
dzikir. Dalam Al-Adzkar, Imam Nawawi menyarankan agar orang yang
seyogyanya memperhatikan adab-adab dalam melakukan dzikir. Terutama
ketika seseorang sedang berada dalam rumahnya, atau di suatu tempat yang
layak. Diantara adab-adab tersebut adalah: hendaknya menghadap kiblat,
posisi duduk yang menggambarkan kekhusyu’an dan ketakutan kepada Allah,
menundukkan kepala, kemudian tempat yang digunakan untuk berdzikir
hendaknya bersih dan sunyi, lebih afdhal juga jika seseorang dalam
keadaan suci. Adapun jika berada pada suasana diluar masjid dan rumah,
maka paling tidak keikhlasan, dan ketundukkan diri pada Allah SWT.
Dzikir adalah suatu hal yang paling indah dalam kehidupan fana ini.
Oleh karenanya, sesungguhnya tidak ada alasan apapun, yang membolehkan
seorang muslim meninggalkan dzikir. Justru semakin seorang muslim
tenggelam dalam kelezatan dzikir, semakin pula ia rindu dan rindu pada
Dzat yang di sebutnya dalam dzikirnya. Dan jika seorang hamba rindu pada
Khlaiqnya, maka Sang Khaliq pun akan rindu padanya. Rasulullah SAW
mengatakan, "barang siapa yang merindukan pertemuan dengan Allah, maka
Allahpun merindukan pertemuan dengan-Nya… Ya Allah, jadikanlah kami
sebagai hamba-hamba-Mu yang senantiasa Engkau rindukan… Amiiin.
Wallahu A’lam bis Shawab By. Rikza Maulan. Lc., M.Ag.
Sumber : http://www.eramuslim.com
Baca Artikel Lainnya :