عن أمير
المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله
عليه وسلم يقول ” إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن
كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى
دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه “- متفق عليه –
Dari
Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang
hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya
kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan
Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau
karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu
kepada apa yang ditujunya”.
[Diriwayatkan oleh dua
orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim
bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain
Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam
kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab hadits. Bukhari
no. 1 dan Muslim no. 1907]
Hadits ini adalah Hadits
shahih yang telah disepakati keshahihannya, ketinggian derajatnya dan
didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Bukhari telah
meriwayatkannya pada beberapa bab pada kitab shahihnya, juga Imam Muslim
telah meriwayatkan hadits ini pada akhir bab Jihad.
Hadits
ini salah satu pokok penting ajaran islam. Imam Ahmad dan Imam
Syafi’I berkata : “Hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu.”
Begitu pula kata imam Baihaqi dll. Hal itu karena perbuatan manusia
terdiri dari niat didalam hati, ucapan dan tindakan. Sedangkan niat
merupakan salah satu dari tiga bagian itu. Diriwayatkan dari Imam
Syafi’i, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab fiqih”, sejumlah Ulama’
mengatakan hadits ini mencakup sepertiga ajaran islam.
Para ulama
gemar memulai karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di
antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya adalah Imam
Bukhari. Abdurrahman bin Mahdi berkata : “bagi setiap penulis buku
hendaknya memulai tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan
para pembacanya agar meluruskan niatnya”.
Hadits ini
dibanding hadits-hadits yang lain adalah hadits yang sangat terkenal,
tetapi dilihat dari sumber sanadnya, hadits ini adalah hadits ahad,
karena hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya diriwayatkan oleh ‘Alqamah bin Abi
Waqash, kemudian hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At
Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al
Anshari, kemudian barulah menjadi terkenal pada perawi selanjutnya.
Lebih dari 200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan
kebanyakan mereka adalah para Imam.
Pertama : Kata “Innamaa”
bermakna “hanya/pengecualian” , yaitu menetapkan sesuatu yang disebut
dan mengingkari selain yang disebut itu. Kata “hanya” tersebut
terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang
dimaksudkan sebagai pengecualian yang terbatas. Untuk membedakan
antara dua pengertian ini dapat diketahui dari susunan kalimatnya.
Misalnya,
kalimat pada firman Allah : “Innamaa anta mundzirun” (Engkau
(Muhammad) hanyalah seorang penyampai ancaman). (QS. Ar-Ra’d : 7)
Kalimat
ini secara sepintas menyatakan bahwa tugas Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam hanyalah menyampaikan ancaman dari Allah, tidak mempunyai
tugas-tugas lain. Padahal sebenarnya beliau mempunyai banyak sekali
tugas, seperti menyampaikan kabar gembira dan lain sebagainya. Begitu
juga kalimat pada firman Allah : “Innamal hayatud dunyaa la’ibun walahwun” “Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan dan permainan”. (QS. Muhammad : 36)
Kalimat
ini (wallahu a’lam) menunjukkan pembatasan berkenaan dengan akibat
atau dampaknya, apabila dikaitkan dengan hakikat kehidupan dunia, maka
kehidupan dapat menjadi wahana berbuat kebaikan. Dengan demikian
apabila disebutkan kata “hanya” dalam suatu kalimat, hendaklah
diperhatikan betul pengertian yang dimaksudkan.
Pada Hadits ini, kalimat “Segala amal hanya menurut niatnya”
yang dimaksud dengan amal disini adalah semua amal yang dibenarkan
syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka
tidak berarti apa-apa menurut agama islam. Tentang sabda Rasulullah,
“semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan pendapat para ulama
tentang maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat sebagai syarat
sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat
sebagai penyempurna sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat.
Kedua : Kalimat “Dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya”
oleh Khathabi dijelaskan bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang
berbeda dari sebelumnya. Yaitu menegaskan sah tidaknya amal bergantung
pada niatnya. Juga Syaikh Muhyidin An-Nawawi menerangkan bahwa niat
menjadi syarat sahnya amal. Sehingga seseorang yang meng-qadha sholat
tanpa niat maka tidak sah Sholatnya, walahu a’lam
Ketiga : Kalimat “Dan Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya”
menurut penetapan ahli bahasa Arab, bahwa kalimat syarat dan jawabnya,
begitu pula mubtada’ (subyek) dan khabar (predikatnya) haruslah
berbeda, sedangkan di kalimat ini sama. Karena itu kalimat syarat
bermakna niat atau maksud baik secara bahasa atau syari’at, maksudnya
barangsiapa berhijrah dengan niat karena Allah dan Rosul-Nya maka akan
mendapat pahala dari hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya.
Hadits
ini memang muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari
Makkah ke Madinah untuk mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia
berhijrah tidak untuk mendapatkan pahala hijrah karena itu ia dijuluki
Muhajir Ummu Qais. Wallahu a’lam
Sumber : Embun Pagi