Oleh Saad Saefullah — Senin 9 Zulhijjah 1434 / 14 October 2013 11:00
Dia akhirnya ditangkap oleh Tatar dan meninggal di penjara.
Pengepungan Konstantinopel untuk sementara terhenti karena kelemahan
pemerintahan Usmani setelah kekalahan yang telah menguras wilayah mereka
dan meninggalkan bagi mereka hanya sebagian kecil dari tanah di barat
laut Anatolia, wilayah asli mereka. Setelah Raja Mongolia Timur
meninggal tahun 1405, Usmani berjuang untuk mendapatkan kekuatannya
kembali dan mereka berhasil dalam upaya ini.
Oleh: Ady C. Effendy
SETELAH runtuhnya Abbasiyah, Kekhilafahan Islam yang kuat Turki
Usmani, yang dinamai sesuai pendirinya, Usman, menjadi semakin kuat.
Memulai kerajaannya dari sepetak kecil tanah di barat Konya, dekat
perbatasan dengan Byzantium, Osman dan rakyatnya bertambah kuat dan
mulai menjelajah ke arah barat menuju tanah Byzantium Kristen.
Sultan-sultan baru dari kerajaan ini sejak dini telah memulai kampanye
mereka untuk mengambil alih kota Bizantium.
Kampanye militer yang nyata terhadap dinding Konstantinopel, dimulai
oleh Sultan Usmani bernama Bayezid I pada 1390, juga disebut sebagai
Yildirim (sang petir). Ia berencana untuk menghancurkan dinding besar
Konstantinopel atau membuat kelaparan penduduk kota itu sampai mereka
menyerah.
Kaisar Byzantium Manuel II Palaeologus meminta bantuan dari penguasa
Kristen. Dua Paus Romawi di Roma dan Avignon, Prancis yang berseteru
sama-sama menyerukan perang salib melawan Kerajaan Usmani. Sekitar
seratus ribu orang di bawah kepemimpinan raja Hungaria meluncurkan
perang salib. Ketika mereka sampai di Nikopolis, salah satu kota
Bulgaria, tahun 1396M, Bayezid berbaris dengan pasukannya di sana dan
mengalahkan tentara salib.
Pada 1397M, upaya Bayezid untuk menaklukkan Konstantinopel ditandai
dengan pembangunan sebuah kastil yang disebut Anadolu Hisar (berarti
“benteng Anatolia “) di sisi pantai Asia dari Selat Bosporus.
Pengepungan berlangsung sampai September 1402M, namun akhirnya ditarik
oleh Bayezid untuk mengkonsentrasikan pasukannya untuk mempertahankan
Anatolia dan wilayah kekuasaannya lainnya dari invasi Tatar.
Musa, putra Bayezid itu, kembali menguasai Thrace dan Serbia, dan
memulai pengepungan Konstantinopel tahun 1410M, namun ia dibunuh tahun
1413M. Saudaranya Muhammad menggantikannya. Pada 1421M, Muhammad
meninggal dan putranya Murad II naik takhta. Kenaikan tahta Sultan Murad
II membuat khawatir kaisar Bizantium Manuel II yang berjuang untuk
mendapatkan bantuan guna melindungi kota.
Meski demikian, Kaisar Manuel II menolak untuk menciptakan persatuan
antara Gereja Roma dan Gereja Ortodoks karena khawatir bahwa tindakan
tersebut akan mengakibatkan timbulnya dampak politik yang membuat Turki
Usmani untuk melihatnya sebagai kerja sama militer bersama untuk
menyerang wilayah Muslim. Putranya, John VIII Palaeologus datang sebagai
kaisar berikutnya, melakukan hal yang berlawanan. Dia bernegosiasi
dengan Paus Eugenius IV, yang memintanya untuk mengirim delegasi Uskup
Ortodoks ke sinode (dewan) dari pemimpin agama Romawi. Delegasi setuju
dengan persekutuan agama yang diusulkan dengan Roma, meskipun adanya
penolakan dari para uskup gereja timur.
Paus menyerukan perang salib melawan Turki Usmani Muslim. Orang-orang
Turki Muslim, pada waktu itu, sedang memperluas wilayah mereka dan
berhasil mengambil kota Tesalonika pada tahun 1430M serta menaklukkan
benteng di Sungai Danube yang mengancam bangsa Hungaria. Namun, mereka
mampu memukul mundur pasukan Turki Usmani. Pada bulan Juni 1444M, kedua
belah pihak menyepakati gencatan senjata selama sepuluh tahun yang
melarang kedua belah pihak untuk menyeberangi Sungai Danube.
BERSAMBUNG
Sumber :Islampos